Minggu, 01 April 2018

Laporan Lengkap Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN




 
 




OLEH:

SATRIA EKA WIJAYA
D1B1 14 071
AGT- C







PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2017


I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Para ahli hama pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 mulai menyadari bahwa dasar-dasar bilogis dalam mengatasi hama tanaman yang dikemangkan terdahulu kebanyakan hanya mencoba-coba saja. Sebagian berdasarkan naluri dan sebagian karena tidak tersedianya alternatif-alternatif lain, mereka menganjurkan penggunaan varietas tahan hama dan pengelolaan habitat (pergiliran tanaman, pembajakan, pemusnahan sisa-sisa tanaman) untuk memaksimalkan keuntungan dari pemberantasan alamiah dan lingkungan.
Dengan ditemukannya pestisida kimia menjelang akhir Perang Dunia II pemberantasan hama model dulu diganti dengan penggunaan pestisida, terutama untuk mengatasi hama serangga. Namun sekitar tahun 1950an dan pada tahun-tahun berikutnya, ketika dampak negative penggunaan pestisida makin menjadi-jadi yang merupakan dorongan kepada pada ahli untuk mengembangkan konsepsi PHT.
Pemikiran-pemikiran yang menekankan perlunya pendekatan ekologi dalam pemberantasan hama berkembang di Jerman, Nova Scotia, Kanada dan California, Amerika Serikat menganjurkan perencanaan penyemprotan pestisida yang harus sesedikit mungkin berakibat buruk bagi spesies-spesies yang berguna, tetapi sepenuhnya menekan hama.
Penggunaan konsepsi PHT untuk memberantas hama yang dapat mengintegrasikan pemberantsan hayati dengan insektisida. Dikatakan dalam banyak hal kedua komponen pemberantasan dapat koplementer dan saling menunjang asalkan saat aplikasi insektisida itu tepat yaitu apabila populasi hama telah mencapai tingkat kepadatan tertentu. Dalam mengendalikan sesuatu hama merupakan masalah ekologi yang kompleks.
Menjadi suatu keharusan untuk menekan risiko dampak negative pestisida tersebut menjadi sekecil mungkin. Pestisida harus digunakan secara bijaksana yaitu bila perlu saja dengan memperhitungkan jumlah populasi hama sasaran dan musuh-musuh alamnya, spesifisitas, lamanya residu pada tanaman. Penanganannyapun harus sangat hati-hati, misalnya ketika mengencerkan dengan air, mengaduk, teknik menyemprot, menyumpan membuang wadah kaleng atau pembungkusnya dan membersihkan tubuh setelah aplikasi.
Indonesia yang juga mengalami dampak-dampak negatif tersebut karena penggunaan pestisida yang sangat berlebihan dalam program intensifikasi masal, mendorong para pakarnya untuk mengkaji ulang dan mencari alternatif jawaban yang lebih baik dalam mengatasi masalah hama-hama. Konsep yang paling tepat ialah pengendalian hama terpadu yang penenrapannnya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan social/budaya setempat. Konsep pengendalian hama terpadu tersebut mutlak penting diterapkan untuk lebih menjamin proses pembangunan pertanian yang mengutamakan kelestarian lingkungan, termasuk kesehatan manusia suatu teknologi pertanian yang bersahabat dengan lingkungan, memantapkan taraf produksi yang telah dicapai dan meningkatkan efisiensi masukan.
Pengendalian hama terpadu bukan merupakan tujuan, ettapi suatu teknologi pengendalian hama yang memanfaatkan berbagai cabang ilmu dalam satu ramuan yang serasi yang satu memperkuat yang lain. Sebab terjadinya masalah hama bukan hanya akibat interaksi antara tanaman – hama itu sendiri, tetapi disebabkan juga oleh berbagai factor fisik dan biota di sekitarnya, seperti iklim dan cuaca, tingkat kesuburan tanah, mutu benih, teknik-teknik agronomi, keragaman biota dan ulah manusia sendiri sebagai pengelola.
Dalam keadaan lapangan terdapat sejumlah spesies hama yang menyerang tanaman. Di antaranya ada yang berstatus hama utama, sebab dari segi ekonomi paling merugikan ada yang berstatus hama kurang penting, sebab tidak begitu merugikan, hama sekunder, hama yang timbulnya sewaktu-waktu dan hama potensial. Status sesuatu spesies hama dapat berubah dari berstatus hama utama menjadi hama kurang penting atau sebaliknya.
B.     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui organisme hama atau penyakit pada suatu tanaman dan untuk mengetahui jenis tanaman, jenis serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta teknik pengendaliannya.
Kegunaan yang dilakukan pada praktikum ini adalah agar dapat mengetahui organisme hama atau penyakit pada suatu tanaman dan agar dapat mengetahui jenis tanaman, jenis serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta teknik pengendaliannya.


II.                TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) menitik beratkan pada terpeliharanya ekosistem produksi pertanian tetap dapat dipertahakan dan kesehatan yang mengkonsumsinya aman dari pestisida (Novizan, 2008).
Pemanfaatan agens pengendali hayati untuk mengendalikan hama merupakan pilihan yang tepat untuk menekan penggunaan bahan kimia di sektor pertanian. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan ragam hayati, yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) (Subagiya, 2013).
Organisme berguna tersebut dapat berfungsi sebagai pathogen, parasit, dan predator bagi hama-hama tanaman. Hubungan fungsional antara hama dan musuh alaminya akan berlangsung dengan baik apabila memenuhi beberapa persyaratan yaitu: 1) Musuh alami dapat menemukan inang/mangsa, 2) Jumlah minimal populasi musuh alami mampu membunuh inang/mangsa, 3) Sinkronisasi dan fenologi antara musuh alami dengan inang/mangsa, dan 4) Selalu tersedia pakan bagi agens hayati untuk dapat bertahan hidup (Wetterer, 2006).
Suhu menjadi penting sebagai factor pembatas yang mempengaruhi segalaaktivitas serangga dan memiliki dayaadaptasi tertentu dengan lingkungannya.Suhu menjadi faktor yang relevan yangmempengaruhi aktivitas hama (Nietschke et al.,2007).
Seranggamemiliki kisaran suhu tertentu untukperkembangan dan proses fisiologisnya,dimana pada suhu tertentu aktivitasserangga tinggi dan akan berkurang(menurun) pada suhu yang lebih rendah.Fakta ini memperlihatkan bahwa suhu yangtidak mendukung akan memperpendekumur serangga (Thomson etal., 2010).
Penerapan pola tanam tumpangsari akan lebih efisien dalam menekan serangan hama apabila tanaman sela yang digunakan dapat menjadi penolak hama dari tanaman utama. Sistem tumpang sari, mampu menurunkan kepadatan populasi hama dibanding sistem monokultur, dikarenakan peran senyawa kimia mudah menguap dan ada gangguan visual oleh tanaman bukan inang, yang mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman inang. Sejumlah tanaman juga berpotensi untuk menjauhkan dari penyakit-penyakit tertentu. Pemanfaatan bahan alami bioaktif tanaman sebagai pengendali hama dan penyakit yang aman bagi organisme sebenarnya lebih mudah karena bahan baku banyak tersedia di lingkungan petani. Bahkan, seringkali terabaikan dan dianggap gulma atau tamanan penganggu (Chandra, 2013).
Pada pertanaman polikultur, jumlah spesies hama poliphag lebih tinggi dibandingkan dengan hama monophag. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mencari inang. Pada agroekosistem beragam, spesies monophage mengalami kesulitan untuk menemukan inangnya, sehingga akan berdampak pada menurunnya laju imigrasi dan kolonisasi. Faktor-faktor lain seperti kesukaan akan tanaman inang tertentu (preferensi), kecepatan memilih tanaman inang, adanya musuh alami juga sangat berpengaruh. Populasi spesies predator dan parasitoid cenderung lebih tinggi pada pola pertanaman polikultur dibandingkan dengan monokultur. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan nektar (madu), mangsa (bagi predator) dan host (bagi parasitoid) serta habitat mikro pada pertanaman polikultur (Rizka, 2015).
 Kekuatan unsur-unsur alami sebenarnya mampu mengendalikan lebih dari 99% hama kebanyakan lahan agar tetap berada pada jumlah yang tidak merugikan. Tanpa disadari, sebenarnya semua petani bergantung pada kekuatan alami yang sudah tersedia di lahannya masing-masing. PHT secara sengaja mendayagunakan dan memperkuat peranan musuh alami yang menjadi jaminan pengendalian, serta memperkecil pemakaian pestisida berarti mendatangkan keuntungan ekonomis kesehatan dan lingkungan tidak tercemar (Oka, 2005).
Hama yang mempunyai perkembangbiakansecara eksponensial disebut hamar-strategik dan mampu menghasilkanketurunan dalam jumlah besar dalam waktusingkat. Hama r-strategik biasanya terdapatpada tanaman pangan, sedanganhama k-strategik umumnya ada di kehutanan.Hama r-strategik cepat menemukanhabitatnya yang sesuai untuk berkembangbiak, cepat dan mampu menggunakansumber makanan dengan baik sebelumserangga lain ikut berkompetisi, dan cepatberpindah ke habitat baru sebelum habitatlama tidak berguna lagi (Baehaki, 2011).
Konsep pengendalian hamaberdasarkanprinsip pengelolaanlingkungan tersebut mendorongpenggunaanmusuh alami sebagaikomponen utamadalam budidayatanaman.Salah satu predator WBC yangberperan besar dalam pengendalian WBCadalah laba-laba. Laba-laba dapatmemangsa WBC hingga 15-20 imagoWBC per hari (Gunawan, 2015).
Pandangan PHT salah satu upayapengendalian adalah dengan penanamansecara tumpang sari. Penentuan jenistanaman pendamping yang akanditumpangsari dan waktu penanamandisesuaikan dengan ketersediaan air yangada selama pertumbuhan (Mudjiono, 2012).
Tanaman repellent/penolakorganisme pengganggu tanaman (OPT)akan melindungi tanaman didekatnyadengan bau-bauan yang dikeluarkan oleh tanaman tersebut, bentuk dan warna daunatau bunga yang khas yang tidak disukaihama, sehingga hama akan menjauh daritanaman utama(Nirmayanti, 2015).
Pengendalian hama secara hayati denganpemanfaatan predator, parasitoid dan pathogen serangga dinilai sangat prospektif. Hal itu didukungbeberapa alasan, di antaranya: ketersediaan sumberhayati yang tak terhingga, ekosistem pertanian daniklim tropis yang sangat mendukung dalamaplikasinya (Griffin et. al., 2000).
Musuh alami yang efektif harusdilestarikan keberadaannya di lapangan sepertimelalui teknik manipulasi lingkungan. Manipulasilingkungan adalah upaya penguatan peran musuhalami melalui penyediaan inang atau mangsaalternatif, penyediaan sumber nektar, ataumemodifikasi teknik budidaya tanaman termasukmenghindari kegiatan yang berdampak burukterhadap musuh alami seperti penggunaaninsektisida berspektrum lebar (Samsudin, 2011).
Pengendalian hama terpadu (PHT)adalah pengendalian hama yang memilikidasar ekologis dan menyadarkan diri padafaktor-faktor mortalitas alami sepertimusuh alami dan cuaca serta mencariteknik pengendalian yang mendatangkangangguan sekecil mungkin terhadapfaktor-faktor tesebut (Untung, 2006).


III.             METODE PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari, Selasa 17 dan 31 Mei 2016 pada pukul 16.00 WITA, bertempat di Laboratorium Lapangan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.
B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada saat praktikum ini adalah kamera dan alat tulis-menulis.
Bahan yang digunakan pada saat praktikum ini adalah jenis tanaman dan beberapa jenis hama dan penyakit.
C.    Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.      Pengamatan pertama
Pengamatan pertama dilakukan dengan mengamati keberadaan organisme penganggu tumbuhan (OPT) seperti hama penyakit pada suatu tanaman. Setelah itu, melakukan pengambilan gambar dan mencatat nama dari jenis organisme tersebut.
2.      Pengamatan kedua
Pengamatan kedua dilakukan dengan mewawancarai setiap petani yang berada pada laha guna untuk mengetahui jenis tanaman, jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT) serta bagaimana teknik pengendalian pada tanaman tersebut.


IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Hasil yang diamati pada praktikum ini adalah :
Tabel 1. Pengamatan Organisme Penganggu Tumbuhan
No
Nama Organisme
Hama/Penyakit
Keterangan
1
Belalang
Hama
Hama utama
2
Capung merah
Hama
Musuh alami
3
Burung pipit
Hama
Musuh alami
4
Kupu-kupu
Hama
Musuh alami
5
Semut hitam
Hama
Musuh alami
6
Lalat
Hama
Musuh alami
7
Kutu hijau
Hama
Musuh alami
8
Semut kecil
Hama
Vector
9
Helicoverpa armigera
Hama
Hama utama
10
Kumbang
Hama
Vektor
11
Laba-laba
Hama
Vector
12
Kepik hijau
Hama
Hama utama
13
Ulat grayak
Hama
Hama utama
14
Busuk buah
Penyakit
Pathogen cendawan
15
Layu bakteri
Penyakit
Pathogen nematode

Tabel 2. Hasil Wawancara
Nama Petani    : Riska Sari
Alamat                        : Laboratorium Lapangan (Lahan II)
Jenis Tanaman
Jenis OPT
Teknik Pengendalian
Keterangan
Hortikultura, tanaman sayuran kangkung (Ipomea reptans Poir)
Hama (Ulat) dan Gulma
Melakukan pemupukan organik
Teknik pengendalian sebaiknya dilakukan berawal pada saat pengolahan tanah yang dapat memutuskan siklus hama, memilih benih yang sehat, tidak membunuh musuh-musuh alami guna untuk menjadi predator dan parasitoid, mencabut gulma yang masih bias dikendalikan dengan pengendalian fisik dan pengendalian kimia dengan cara terakhir dengan menggunakan herbisida untuk memberantas gulma yang tak dapat diberantas.

B.     Pembahasan
Konsepsi pengendalian hama terpadu dipergunakan istilah “Integrated control/Integrated pest management” (pengendalian terintegrasi) sebagai pemberantasan hama terapan yang mengkombinasikan pemberantasan hayati dengan pemberantasan kimiawi. Pengelolaan hama terpadu adalah pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai dalam cara-cara yang seharmonis-harmonisnya dan mempertahankan populasi hama dibawah tingkat yang menyebabkan kerusaka ekonomi di dalam keadaan lingkungan dan dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan.
Keberadaan OPT perlu diwaspadai sejak dini agar tidak terjadi serangan yang cukup berat dan mengakibatkan kerusakan tanaman secara total atau tidak menghasilkan. Untuk mencegah tingginya tingkat serangan perlu dilakukan upaya pengendalian hama yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (pengendalian hayati) seperti predator, parasit dan pathogen.
Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Hama tanaman memiliki kemampuan merusak yang sangat hebat. Akibatnya tanaman dapat rusak atau bahkan tidak menghasilkan samasekali.
Penyakit tanaman adalah gangguan pada tanaman yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut adalah virus, bakteri, protozoa, jamur, dan cacing nematoda. Mikroorganisme ini dapat menyerang organ tumbuhan seperti pada akar, batang, daun dan buah.
Penyakit berpotensi sebagai salah satu faktor pembatas dalam pencapaian potensi hasil yang dimiliki oleh setiap varietas, sehingga upaya pengendalian dan penggunaan varietas unggul yang mempunyai sifat daya tahan terhadap cekaman penyakit sangat diperlukan.
Teknik pengendalian yang dapat dilakukan dengan mengusahakan pertumbuhan tanaman sehata. Tanaman sehat ialah tanaman yang terlihat segar, tumbuh normal menurut kriteria pertumbuhan yang telah diketahui dilihat dari kesehatan benih. Tanda-tanda benih sehat ialah benih harus bersih, terlihat bernas, tidak berkeriput, tidak ada gejala-gejala penyakit dan persentase tumbuhnya hampi 100%. Tanaman sehat akan lebih mampu menahan serangan berbagai spesies hama. Usaha pertumbuhan tanaman sehat, yaitu pola tanam, pergiliran tanaman, sanitasi, pemangkasan, waktu tanam, pemupukan, pengelolaan tanah dan pengairan, tanaman perangkap dan penggunaan mulsa.
Pengendalian hayati (musuh-musuh alami) adalah pengaturan populasi kepadatan organisme oleh musuh-musuh alamnya, hingga tingkat kepadatan rata-rata organisme tersebut lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak diatur oleh musuh alamnya. Dari segi kepentingan manusia musuh-musuh alam tersebut dimanfaatkan sebagai pengendali hama agar fluktuasi kepadatan rata-rata populasi hama tanaman selalu rendah.
Pengendalian dengan varietas tahan, dimana varietas-varietas yang memang tahan terhadap serangan hama-hama tertentu. Daya tahannya itu diwariskan kepada keturunannya, jadi daya tahan yang diwariskan secara genetik.
Pengendalian secara mekanik dengan menggunakan alat/bahan untuk membinasakan hama, termasuk menggunakan tangan kita untuk mengambil/menangkap hama. Pengendalian secara fisik adalah memanfaatkan factor-faktor fisik (suhu panas/dingin, suara, kelembaban, perangkap cahaya) untuk membinasakan atau menekan perkembangan populasi hama.
Pengendalian secara genetik dengan kemungkinan dirubah komponen-kompoengenetik populasi hama atau mekanisme pewarisannya (teknik jantan mandul dengan radiasi, zat kimia pemandul) dengan tujuan untuk mengendalikan hama tersebut.
Pengendalian kimiawi dengan menggunakan pestisida yang merupakan zat-zat kimia untuk membunuh hama. Penggunaan dilakukan berdasarkan golongan hama yang diberantas dan efek terhadap hama.


V.                PENUTUP
A.    Kesimpulan
Konsep pengendalian hama terpadu tersebut mutlak penting diterapkan untuk lebih menjamin proses pembangunan pertanian yang mengutamakan kelestarian lingkungan, termasuk kesehatan manusia suatu teknologi pertanian yang bersahabat dengan lingkungan, memantapkan taraf produksi yang telah dicapai dan meningkatkan efisiensi masukan.
Konspe pengendalian hama terpadu dalam menanggulangi sesuatu spesies atau sekelompok spesies hama penting dapat menggunakan teknik-teknik pengendalian yang cocok digabungkan menjadi satu kesatuan program pengendalian. Teknik-teknik pengendalian yang dapat dilakukan dengan mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, pengaturan populasi musuh-musuh alami, menggunakan varietas tahan, pengendalian mekanik, pengendalian fisik, menggunakan senyawa kimia semio, pengendalian secara genetik dan cara paling terakhir yaitu menggunakan pestisida. Apabila dengan menggunakan satu teknik pengendalian sudah berhasil, maka yang lainnya tidak diperlukan.
B.     Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum ini adalah dalam mengamati organisme pangganggu tumbuhan dibutuhkan ketelitian agar dapat terhindar dari pemberantasan musuh-musuh alami, sedangkan yang harus dikendalikan adalah hama utamaya, serta dapat memperhatikan teknik-teknik pengendalian dengan baik agar tidak menimbulkan kepadatan populasi suatu spesies hama pada suatu tanaman


DAFTAR PUSTAKA
Baehaki, 2011. Strategi fundamental pengendalian hama wereng batang coklat dalam pengamanan produksi padi nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(1): 63-75.
Chandra, W., 2013. Pengendalian hama dari tanaman dan gulma yang ramah lingkungan. (Online) http://www.mongabay.co.id/2013/09/09/pengendali-hama-dari-tanaman-dan-gulma-yang-ramah-lingkungan/ diakses Tgl. 14 Juni 2016.
Griffin, C.T., D. Chaerani, A.P. Fallon, Reid dan M.J. Downes, 2000. Occurrence and distributionof the entomopathogenic nematodesSteinernema spp. and Heterorhabditis indicain Indonesia. Journal of Helminthology, 74: 143-150.
Gunawan, C.S.E., G, Mudjiono dan L.P. Astuti, 2015. Kelimpahan populasi wereng batang coklat Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera: Delphacidae) dan laba-laba pada budidayatanaman padi dengan penerapan pengendalian hamaterpadu dan konvensional. Jurnal HPT, 3(1): 119-121.
Mudjiono, G., 2012. Pengelolaan HamaTerpadu. UB Press. Malang.
Nietschke, B.S., R.D. Magarey, D.M. Borchert, D.D. Calvin dan E.Jones, 2007. Adevelopmental database to supportinsect phenology models. Crop Protection, 26:1444–1448.
Nirmayanti, F., G. Mudjiono dan S. Karindah, 2015. Pengaruh beberapa jenis tanaman pendamping terhadaphamaPhyllotreta striolata F. (Coleoptera: Chrysomelidae)pada budidaya sawi hijau organik. Jurnal HPT, 3(2): 70-71.
Novizan, 2008. Petunjuk pemakaian pestisida. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Oka, I.N., 2005. Pengendalian hama terpadu dan implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 255 hal.
Rizka, N., 2015. Kajian jenis hama dan efektivitas pola tanam tanaman repellent terhadap penurunan kepadatan populasi hama penting pada tanaman brokoli (Brassica oleracea L. var italica). Universitas Negeri Malang. Malang.
Samsudin dan I.M. Trisawa, 2011. Teknologi pengendalian hayati hama penghisap pucukdan bunga pada jambu mete. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri. Sukabumi.
Subagiya, 2013. Kajian efektifitas pengendalian hama padi secara alami dengan semut predator yang bersarang di tanah (Solenopsis geminata (f)).Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi,10 (1): 1-2.
Thomson, L.J., S. Macfadyen dan A.A. Hoffmann, 2010. Predicting the effects of climate change on natural enemies of agricultural pests. Biological Control, 52: 296–306.
Untung, 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gajah Mada University Press.Yoyakarta.
Wetterer, J.K. dan R.R. Snelling, 2006. The red imported fire ant, Solenopsis invicta, in the virgin islands (hymenoptera: formicidae). Florida Entomologist, 89 (4): 431–434.