Minggu, 01 April 2018

Laporan Praktikum Kadar Air Tanah



LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS TANAH, AIR DAN JARINGAN TANAMAN
“Kadar Air Tanah”






 

Oleh:

SATRIA EKA WIJAYA
D1B114071




MINAT ILMU TANAH
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2017

BAB 1
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sifat fisik dan kimia tanah pada suatu tempat itu berbeda-beda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, bahan induk, organisme, topografi (relief) dan waktu. Oleh karena itu, apabila akan mempelajari keadaan tanah di suatu tempat perlu dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis yang betul-betul dapat mewakili sampel tanah pada daerah tersebut.
Sifat fisik tanah sangat perlu diketahui karena mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman; menentukan penetrasi akar di dalam tanah, retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman serta mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah.
Demikian pula halnya dengan sifat kimia tanah, karena tanah mirip suatu laboratorium yang hidup, tiap hari proses kimia terjadi, mineral dan batuan mengalami pelapukan fisik, kimia dan biologis dan senyawa baru dibebaskan sebagai hasil pelapukan. Dilapisan tanah atas jasad hidup tanah berkembang biak dan menguraikan bahan organik, menghasilkan senyawa baru yang dilepaskan kedalam tanah dan diserap oleh tanaman bagi keperluan faal atau fisiologisnya. 
Bedasarkan uraian diatas maka perlu adanya sebuah makalah yang membahas cara pengambilan sampel tanah hingga analisis laboratorium bobot isi tanah (Bulk density), total porositas tanah, penentuan nilai pF, permeabilitas, dan kadar air tanah.

B.       Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Menjelaskan prosedur kerja, alat dan bahan pengambilan sampel tanah
2.      Menjelaskan proses analisis kadar air tanah dengan menggunakan kurva pF
3.       
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume air terhadap volume tanah. Jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori-pori pada tanah. Air tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses penggerakan air jenuh. Penggerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap penggerakan horizontal (Hakim, dkk, 1986).
Kandungan air tanah dapat ditentukan dengan beberapa cara. Sering dipakai istilah-istilah nisbih, seperti basah dan kering. Kedua-duanya adalah kisaran yang tidak pasti tentang kadar air sehingga istilah jenuh dan tidak jenuh dapat diartikan yang penuh terisi dan yang menunjukkan setiap kandungan air dimana pori-pori belum terisi penuh. Jadi yang dimaksud dengan kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu 105oC hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap.
Berdasarkan gaya yang bekerja pada air tanah yaitu gaya adhesi, kohesi dan gravitasi maka air tanah dibedakan menjadi :
1.                  Air Higroskopis
Air higroskopis adalah air yang diadsorbsi oleh tanah dengan sangat kuat, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Jumlahnya sangat sedikit dan merupakan selaput tipis yang menyelimuti agregat tanah. Air ini terikat kuat pada matriks tanah ditahan pada tegangan antara 31-10.000 atm (pF 4,0 – 4,7).
2.                  Air Kapiler
Air kapiler merupakan air tanah yang ditahan akibat adanya gaya kohesi dan adhesi yang lebih kuat dibandingkan gaya gravitasi. Air ini bergerak ke samping atau ke atas karena gaya kapiler. Air kapiler ini menempati pori mikro dan dinding pori makro, ditahan pada tegangan antara 1/3 – 15 atm (pF 2,52 – 4,20). Air kapiler dibedakan menjadi:
a.                   Kapasitas lapang, yaitu air yang dapat ditahan oleh tanah setelah air gravitasi turun semua. Kondisi kapasitas lapang terjadi jika tanah dijenuhi air atau setelah hujan lebat tanah dibiarkan selama 48 jam, sehingga air gravitasi sudah turun semua. Pada kondisi kapsitas lapang, tanah mengandung air yang optimum bagi tanaman karena pori makro berisi udara sedangkan pori mikro seluruhnya berisi air. Kandungan air pada kapasitas lapang ditahan dengan tegangan 1/3 atm atau pada pF 2,54.
b.                  Titik layu permanen, yaitu kandungan air tanah paling sedikit dan menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap air sehingga tanaman mulai layu dan jika hal ini dibiarkan maka tanaman akan mati. Pada titik layu permanen, air ditahan pada tegangan 15 atm atau pada pF 4,2. Titik layu permanen disebut juga sebagai koefisien layu tanaman.
3.                  Air Gravitasi
Air gravitasi merupakan air yang tidak dapat ditahan oleh tanah karena mudah meresap ke bawah akibat adanya gaya gravitasi. Air gravitasi mudah hilang dari tanah dengan membawa unsur hara seperti N, K, Ca sehingga tanah menjadi masam dan miskin unsur hara (Hardjowigeno, 1993).
Menurut Hanafiah, 2007 bahwa koefisien air tanah yang merupakan koefisien yang menunjukkan potensi ketersediaan air tanah untuk mensuplai kebutuhan tanaman, terdiri dari:
1.                  Jenuh atau retensi maksimum, yaitu kondisi dimana seluruh ruang pori tanah terisi oleh air.
2.                  Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi.
3.                  Koefisien layu (titik layu permanen) adalah kondisi air tanah yang ketersediaannya sudah lebih rendah ketimbang kebutuhan tanaman untuk aktivitas dan mempertahankan turgornya.
4.                  Koefisien higroskopis adalah kondisi dimana air tanah terikat sangat kuat oleh gaya matrik tanah.
Kadar air dalam tanah dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air pada pertumbuhan pada volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan dengan beberapa cara penetapan kadar air tanah dengan gravimetrik, tegangan atau hisapan, hambatan listrik dan pembauran neutron.  Daya pengikat butir-butir tanah inseptisol terhadap air adalah besar dan dapat menandingi kekuatan tanaman yang tingkat tinggi dengan baik begitupun pada tanah Alfisol dan Vertisol, karena itu tidak semua air tanah dapat diamati dan ditanami oleh tumbuhan (Hardjowigeno, S., 1993).
Pemadatan tanah adalah penyusunan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena ada gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit (Pamungkas, 2004). Damanik (2007) menuturkan bahwa pemadatan tanah adalah penyusutan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit. Pemadatan tanah merupakan hal yang tidak diinginkan dalam pertanian karena dapat mengurangi aerasi tanah, mengurangi ketersediaan air bagi tanaman dan menghambat pertumbuhan akar dan perkecambahan tanaman.
Tanah yang padat akan mengurangi kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya memanen air, udara, dan hara (Wilson, 2006). Hardjowigeno (2002) menyatakan bahwa bobot isi menunjukan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah.
 Kondisi Air Tanah
Kandungan di dalam tanah dapat ditentukan dengan beberapa cara. Sering dipakai istilah–istilah nisbi, seperti basah dan kering. Kedua – duanya adalah kisaran yang tidak pasti tentang kandungan air dan karena itu dapat ditafsirkan barmacam – macam. Begitu pula dengan adanya istilah jenuh dan tidak jenuh. Jenuh menunjukkan pori–pori penuh berisi air dan tidak jenuh menunjukkan setiap kandungan air kurang dari jenuh (Hardjowigeno, 1993).
Segera setelah pembasahan, tanah yang dalam dan dreinase baik akan memiliki lebuh banyak air pada lapisan permukaan daripada di lapisan bawah permukaan. Dengan demikian gradian potensial tetap ada dan menyebabkan aliran ke bawah terus berlangsung meskipun setelah infiltrasi permukaan berhenti. Aliran ini memindahkan air dari horison atas yang lebih basah ke lapisan–lapisan di bawah yang lebih kering. Hal ini tidak hanya menyebabkan distribusi air yang lebih seragam dalam profil, tetapi juga memperkecil kandungan air rata–rata yang menyebabkan hantaran hidrolik dan drainase bertambah kecil. Sesudah dua sampai tiga hari, laju drainase menjadi sangat lambat dan kandungan air hampir konstan. Kandungan air pada saat ini dinamakan kapasitas lapang, dan dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang dapat ditahan tanah setelah pembasahan dan drainase penuh. Kapasitas lapang diperlakukan sebagai konstanta air tanah, artinya setiap kali tanah dibasahi dan didrainase, tanah akan menahan kembali jumlah air (Hardjowigeno, 1993).
2.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Air
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air tanah adalah tekstur tanah, iklim, topografi, adanya gaya kohesi, adhesi, dan gravitasi. Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butiran butirannya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga                   sulit menyerap air dan unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat, karena lebih halus maka setiap satuan   berat mempunyai  luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimiadibanding tanah bertekstur kasar (Soetedjo dan Kartasapoetra, 2002).
Faktor tumbuhan dan iklim mempunyai pengaruh yang berarti pada jumlah air yang dapat diabsorpsi dengan efisien tumbuhan dalam tanah. Kelakukan akan ketahanan pada kekeringan, keadaan dan tingkat pertumbuhan adalah faktor tumbuhan yang berarti. Temperatur dan perubahan udara merupakan perubahan iklim dan berpengaruh pada efisiensi penggunaan air tanah dan penentuan air yang dapat hilang melalui saluran evaporasi permukaan tanah. Diantara sifat khas tanah yang berpengaruh pada air tanah yang tersedia adalah hubungan tegangan dan kelembaban, kadar garam, kedalaman tanah, strata dan lapisan tanah. Daya pengikat butir-butir tanah Inceptisol terhadap air adalah besar dan dapat menandingi kekuatan tanaman yang tingkat tinggi dengan baik begitupun pada tanah Inceptisol karena itu tidak semua air tanah dapat diamati dan ditanami oleh tumbuh-tumbuhan (Buckman and Brady, 1982).
Banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara lain dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil dari pada tanah yang bertekstur halus. Pasir umumnya lebih mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur berlempung atau liat. (Hardjowigeno, 1993).

 DAFTAR PUSTAKA

Buckman, H. O., and Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara : Jakarta.
Cipta. Jakarta.
Damanik, P. 2007. Perubahan kepadatan tanah dan produksi tanaman kacang tanah akibat intensitas lintasan traktor dan dosis bokasi. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Hakim. N., dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung : Lampung.
Hanafiah, Kumparg & Sutherland, R.A. 2007. “Spatial variability of 137Cs and influence of sampling on estimates of sediment redistribution”, Catena,  21, Page:57 – 71.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Aka Press.
Hardjowigeno, S. 2002. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Presindo.
Hardjowigeno.  S., 1993. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo Jakarta.
Pamungkas, M.Y. 2004. Pengaruh tingkat kepadatan tanah terhadap pertubuhan tanaman dan karakteristik umbi lobak. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sutedjo dan Kartasapoetra AG. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Rineka
Wilson, E. 2006. Kepadatan tanah akibat penyaradan oleh forwarder dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan semai. Skripsi. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor